Indosiana.com – Lalu lintas ekonomi dan politik di sekitar Selat Muria terus berkembang pesat. Kota-kota dagang seperti Demak, Jepara, Pati, dan Juwana menjadi pusat-pusat perdagangan yang berpengaruh di kawasan ini.
Namun, perubahan alam telah mengubah wajah Selat Muria secara signifikan, dengan dampak yang terasa hingga hari ini.
Pada abad ke-17, Selat Muria mulai mengalami perubahan dramatis. Endapan fluvio-marin dan proses sedimentasi yang berkelanjutan membuat wilayah perairan ini berubah menjadi daratan.
Pulau Muria yang sebelumnya terpisah dari Jawa Tengah akhirnya bergabung dengan daratan, membentuk wilayah Kabupaten Kudus, Grobogan, Pati, dan Rembang seperti yang dikenal saat ini.
Bukti sejarah Selat Muria masih dapat ditemukan hingga saat ini. Sisa-sisa peninggalan berupa fosil hewan laut ditemukan di Situs Purbakala Patiayam, Kudus.
Sungai-sungai seperti Kalilondo dan Sungai Silugunggo, yang dulunya merupakan bagian dari Selat Muria, juga menjadi bukti perubahan yang terjadi.
Temuan reruntuhan perahu, kapal, dan meriam menjadi saksi bisu akan keberadaan jalur perdagangan dan transportasi yang vital di wilayah ini.
Wilayah daratan yang dulunya Selat Muria kini memberikan kontribusi yang besar bagi kehidupan manusia.
Sumber daya alam seperti air dari Pegunungan Muria digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat sekitar.
Tanah yang subur memungkinkan pertanian dan kebun produktif berkembang, serta memberikan potensi ekonomi bagi masyarakat.
Sejarah Selat Muria adalah cerminan dari perubahan alam dan perannya yang penting dalam perkembangan ekonomi, politik, dan kehidupan manusia di wilayah Jawa Tengah.
Meskipun kini Selat Muria telah menghilang dan bergabung dengan daratan.
Wrisan sejarahnya tetap memberikan inspirasi dan pembelajaran bagi generasi masa kini tentang pentingnya pelestarian lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. [*]