Wawancara saya dengan Mindy Romero, Asisten Dosen sekaligus Peneliti dari USC Sol Price School of Public Policy.
Pada kesempatannya kami berbincang-bincang tentang Pemilu alias Pemilihan Umum yang terjadi di Amerika Serikat, hingga mengaitkan tentang Pemilu di Indonesia.
Saya menanyakan beberapa hal kepadanya tentang tingkat partisipasi pemilih di USA, sebab di luar negeri tantangan terbesar mereka adalah tentang kesejangan antara kulit putih dan hitam dan warna-warna kulit lainnya.
Sementara di Indonesia tantangan utama money politic serta kemajemukan dalam memilih pasangan calon presiden maupun legislatif. Menurut Mindy Romero berdasar penelitiannya bahwa di Amerika Serikat saat ini telah mengalami peningkatan keberagaman rasial dan etnis selama dekade terakhir.
Namun tingkat partisipasi pemilih di kalangan warga di wilayah Latinos, Asian Americans, dan Blacks terus tertinggal dibandingkan dengan pemilih non-Latino kulit putih, ini tentunya menciptakan kesenjangan partisipasi pemilih yang signifikan.
Selanjutnya baca di Indosiana.com
Pada penelitian tersebut mereka menemukan bahwa meskipun terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah penduduk antara tahun 2010 dan 2020 sebesar 35 persen untuk pemilih orang Asia yang berada di Amerika dan 23 persen warga Latinos, dan 6 persen warga berkulit hitam.
Persentase partisipasi pemilih tersebut melebihi populasi warga non-Latino kulit putih, yang notabene mengalami penurunan sebesar 2 persen dari pemilih yang berada di Amerika Serikat. Ini tentunya memberikan andil suara yang lebih kecil proporsional bagi warga yang memilih dan lulus syarat.
Mengutip dari laporan mereka dengan judul “The New Electorate: The Strength of the Latino, Black and Asian-American Vote”
Terungkap sudah bahwa dalam pemilihan presiden tahun 2020, pemilih berkulit Asia, Blacks, dan Latinos yang memenuhi syarat menyumbang hampir 30 persen dari jumlah yang memenuhi syarat untuk memilih. Tetapi hanya mencakup sedikit lebih dari 22 persen dari semua suara yang didistribusikan.
“Laporan ini menemukan kesenjangan representasi pemilih yang tertanam ini muncul dalam hampir semua pemilu di AS,” kata Romero kepada saya.
Ia melanjutkan bahwa “Para pemilih yang memenuhi syarat berkulit warna memiliki potensi besar untuk memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap hasil pemilu lokal dan nasional”.
Masih katanya lagi, “Ada jutaan pemilih yang memenuhi syarat namun belum memberikan suaranya, yang jika dimobilisasi, dapat memiliki dampak transformasional dan langsung pada pemilu 2024”.
“Perlu melakukan terobosan untuk bisa melibatkan para pemilih, dan tentunya untuk mengurangi kesejangan kesenjangan representasi pemilih jika ingin mencapai pemilih yang benar-benar inklusif,” ungkapnya Romero.
Pada pemilu 2020, tingkat partisipasi pemilih bagi warga Asian Americans terjadi penurunan dari tingkat awalnya 29 poin persentase (ppts) menjadi 25 ppts.
Sedangkan tingkat partisipasi antara warga Latino dan kulit putih non-Latino sektiar 25 ppts di 2016a dengan persentase menjadi 27 ppts di 2020, sementara kesenjangan partisipasi Blacks melebar dari 17 ppts menjadi 20 ppts.
Berdasar data di atas disparitas ras tetap tertanam dalam sistem pemilu di Amerika Serikat, serta selalu mempecundangi para pemilih warga berkulit warna lainnya yang tinggal di Amerika Serikat. [*]