Indosiana.com – Perbedaan pendapat terkait pemindahan ibu kota negara (IKN) Nusantara terus menjadi sorotan, khususnya setelah pernyataan dari calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1 Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang menegaskan keberlanjutan IKN.
Dalam konteks ini, pendapat Cak Imin bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu. Syaikhu menyatakan bahwa bila PKS menang Pemilu 2024, ibu kota negara tetap akan berada di DKI Jakarta.
Pengamat politik dari Universitas Tanjungpura Pontianak (Untan), Haunan Fachry Rohilie, menganalisis perbedaan pendapat tersebut dari berbagai sudut pandang.
“Pernyataan Cak Imin menunjukkan posisinya yang tetap memegang teguh undang-undang terkait IKN. Dan mungkin belum sepenuhnya siap menjadi oposisi,” ungkapnya Senin (27/11/2023), kutip Suaracom.
Namun, Fachry juga melihat hal lain dari sudut pandang PKB dalam mempertahankan dua kursi menteri yang dijabat oleh kader partai tersebut. Dia menyoroti kelembutan PKB dan Cak Imin terhadap IKN karena masih ada dua kursi menteri dari PKB.
“Hanya PKS yang menolak pemindahan IKN ke Kalimantan Timur (Kaltim). PKB cenderung mendukung sesuai amanat UU. Sementara Anies dan NasDem mendukung dengan catatan pengawasan dan evaluasi pada setiap tahapannya, terutama dalam pemerataan pembangunan di Indonesia, khususnya di Kalimantan,” terang Fachry.
Dalam analisis elektoral, Fachry melihat bahwa pernyataan Cak Imin juga bertujuan untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat yang mendukung pemindahan IKN.
“Bisa jadi ada kaitannya dengan pergeseran tren dukungan masyarakat atas rencana pemindahan IKN. Jika merujuk pada survei, masyarakat yang mendukung pemindahan IKN semakin dominan,” jelasnya.
Dalam perspektif politik, Fachry berpendapat bahwa pernyataan Cak Imin bisa menjadi usaha untuk mempertahankan kursi menteri dari Kabinet Jokowi.
“Saat ini posisi Mendes PDTT sentral, yang berkaitan dengan kekuasaan lokal hingga potensi suara dari masyarakat yang mendukung pemindahan IKN,” tutupnya.
Pernyataan Cak Imin yang menyebut bahwa IKN belum layak dihuni karena masih dalam tahap pembangunan. Berbeda jauh dengan sikap PKS yang ingin mempertahankan status ibu kota di Jakarta.
Meski PKS menegaskan bahwa pembangunan di IKN akan tetap berlanjut, namun tidak sebagai ibu kota negara, melainkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. [*]