Peninggalan Zaman Batu ditemukan

Puluhan situs yang diduga sebagai peninggalan zaman batu berhasil ditemukan warga di Kecamatan Malalak Agam, tepatnya di Bukit Tanjuang Batu Kanagarian Malalak Timur Kecamatan Malalak Agam. Berdasarkan penelusuran koran ini lokasi penemuan batu tersebut terletak antara Jorong Limau Badak dan Jorong Saskan Malalak Timur Kecamatan Malalak Agam.

Sebagaimana penelusuran yang dilakukan koran ini kemarin, puluhan situs batu tersebut terletak di kawasan perbukitan di sekitar kaki Gunung Singgalang. Dengan ketinggian mencapai sekitar 150 meter dari permukaan tanah. Sedangkan jaraknya diperkirakan hanya berkisar sekitar 1 KM dari pemukiman penduduk. Atau tidak jauh dari lokasi galodo Saskan yang terjadi beberapa tahun lalu. Hanya saja untuk bisa menjangkau kawasan bukit berbatu itu, kita harus menempuh jalan menanjak dengan kemiringan 70 hingga 80 derjat.

Namun demikian untuk bisa menuju lokasi perbukitan tersebut pada dasarnya tidak begitu sulit. Karena pasca galodo di Jorong Saskan beberapa tahun lalu, belakangan di sekitar kawasan itu telah terbentang jalan baru sehingga semakin memudahkan warga untuk menuju lokasi batu basurek.

Berdasarkan informasi sejumlah warga di Jorong Saskan Nagari Malalak Timur serta pemuka masyarakat lainnya diketahui, situs peninggalan zaman batu itu sebenarnya telah lama ditemukan warga. Warga biasanya menyebutkannya dengan lokasi batu basurek. “Namun, karena telah lama dibiarkan begitu saja, akhirnya lokasinya sudah banyak dipenuhi semak belukar, sehingga untuk menemukannya relatif cukup sulit,” ungkap Am salah seorang warga.

Berbekal informasi warga tersebut koran ini mencoba menelusuri lokasi yang dimaksud. Semula koran ini agak kesulitan untuk menemukan ciri ciri batu basurek yang dimaksud warga. Namun setelah melakukan penelusuran lebih jauh bersama seorang warga, akhirnya koran ini berhasil menemukan sejumlah peninggalan yang tergolong sangat mencengangkan. Bahkan tidak hanya satu batu basurek saja seperti disebutkan warga, melainkan ada puluhan peninggalan sejarah atau batu ukir lainnya.

Bahkan bila telusuri secara seksama, lokasi yang dimaksudkan warga itu tak ubahnya bagaikan candi batu. Hanya saja kondisinya terlihat telah tertimbun tanah atau dedaunan lainnya.

Sebagaimana hasil penelusuran koran ini, sejumlah situs yang diduga peninggalan zaman batu tersebut terbilang sangat beragam. Di antaranya ada yang berupa ukiran pemandangan, di samping berbagai ukiran dalam bentuk huruf lainnya. Namun yang terbanyak di antaranya adalah pahatan menyerupai berbagai jenis binatang. Yang mengejutkan beberapa di antara ukiran tersebut ada yang menyerupai tulisan Allah.

Uniknya lagi, di antara ukiran batu tersebut ada yang berbentuk kapal raksasa, ataupun kuali raksasa yang terbuat dari batu. Seolah olah lokasi itu dulunya tak ubahnya pernah didiami manusia.

“Warga biasanya menamakan kawasan itu dengan kawasan batu basurek, bahkan dulunya warga sering berkunjung ke sana. Namun sekarang warga sudah tidak lagi sering berkunjung ke sana,” ungkap Katik Surun, salah seorang tokoh masyarakat yang juga merupakan salah seorang pemilik lahan di kawasan itu.  Katik Surun mengakui, sampai saat ini belum seorangpun yang mampu mengungkap misteri yang terkandung di kawasan perbukitan itu.”Tapi hurufnya memang tidak terlalu banyak. Barangkali ukiran itu dibuat jauh sebelum orang mengenal huruf,” terangnya.

Khatik Surun menyebutkan, berdasarkan informasi yang diterimanya dari sejumlah orang tua tua kampung diketahui, permukaan air dulunya memang tidak jauh dari kawasan penemuan batu basurek tersebut. Artinya, lokasi penemuan batu basurek itu awalnya terletak di pinggir sungai, yang saat ini airnya telah menyusut secara drastis.

Ditambahkannya, jika saja misteri penemuan peninggalan yang diduga sebagai peninggalan zaman batu itu bisa terungkap, maka nantinya akan bisa mengungkap sejarah baru terkait perjalanan peradaban manusia di Minangkabau. Katik Surun juga optimis jika kawasan itu nantinya bisa dikembangkan sedemikian rupa, termasuk bisa dimasukkan dalam kawasan cagar budaya maka tidak tertutup kemungkinan nantinya daerah itu bisa berkembang menjadi kawasan wisata sejarah.

Di sisi lain, seperti ditegaskan Pakiah Khairi salah seorang tokoh masyarakat lainnya, kawasan di sekitar lokasi penemuan batu basurek tersebut memang merupakan kawasan bersejarah. Bahkan pada zaman Belanda di kawasan itu merupakan pusat kegiatan orang rantai atau dikenal juga dengan rodi atau kerja paksa. Pada zaman itu orang rantai tersebut dikerahkan tentara pendudukan Belanda untuk membuka jalan yang menghubungkan antara Pariaman Malalak hingga ke Bukittinggi. “Jadi ruas jalan yang menghubungkan antara Malalak dengan Kota Bukittinggi pada dasarnya bukanlah ruas jalan Sicincin-Malalak yang sedang dibangun oleh pemerintah sekarang, tapi justru melewati daerah batu basurek itu, karena jarak tempuhnya jauh lebih dekat,” terangnya.

Ditambahkannya, selain peninggalan batu basurek dan peninggalan ukiran batu lainnya, di sekitar kawasan perbukitan itu juga pernah ditemukan batu berbentuk manusia yang memiliki hidung. “Sayangnya karena kurang terpelihara maka saat ini bagian hidungnya sudah mulai rusak, namun demikian bekas   peninggalannya masih bisa terlihat,” terangnya.(*0