Nasrul Abit Bantu Dua Smartphone untuk Kakak Beradik

Padang – Para pelajar dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, diharuskan belajar memiliki sebuah smartphone agar proses belajar secara daring nya bisa berjalan baik.

Tidak semua para pelajar mampu menjalankan sistem belajar secara daring dari Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini. Sama halnya yang dialami oleh dua orang kakak beradik penjual belut yang kini merantau  ke Kota Padang, Sumatra Barat.

Nama kakak beradik tersebut Ansyah Putra dan Pamil Prasatio Syah Putra. Mereka hidup dalam keadaan keluarga yang bisa dikatakan jauh dari kata cukup. Penjualan belut yang

dilakoni oleh ayahnya Asraf hanya bisa memenuhi kebutuhan makan dari hari ke hari.

Karena kondisi tersebut, bagaimana pula Asraf mampu membeli sebuah smartphone untuk

anak-anaknya sehingga bisa membantu proses belajar dalam masa pandemi Covid-19.

Ansyah Putra biasa dipanggil Aan, menceritakan penghasilan ayahnya dari hari-hari

memanglah tidak banyak dan terkadang tidak menentu. Terkadang per harinya itu bisa

mendapatkan 4 kilogram belut bila cuaca lagi hujan.

Akan tetapi, apabila cuaca lagi panas, hasil menangkap belut yang menggunakan lukah

hanya 2 kilogram saja. Untuk 1 kilogram belut itu dijual Rp35.000 artinya penghasilan

dari ayahnya itu berkisar Rp70.000.

“Tidak setiap harinya ayah saya menangkap belut, karena butuh lihat cuaca juga.

Padahal kebutuhan selalu ada dan kami ada tiga orang beradik kakak,” katanya, Sabtu

(12/9/2020).

Sekarang,
Aan tengah menempuh pendidikan dan berjuang meraih strata 1 di Universitas

Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang tahun angkatan 2016 di Fakultas Hukum.

Adiknya Pamil Prasatio Syah Putra yang biasa disapa Pamil masih duduk dibangku

sekolah dasar, dan adiknya satu lagi dari segi usia belum mencukupi untuk bersekolah.

“Jadi kami ini perantau yang datang dari Kabupaten Pesisir Selatan. Alasan merantau

ke Padang untuk mencari ekonomi yang lebih layak ketimbang di kampung dimana saat ini

perekonomian sangat sulit,” ujar dia.

Pun sama dengan ayahnya, menangkap belut bukan di wilayah Kota Padang, tapi masih

menangkap belut di Pesisir Selatan. Artinya ayah Aan harus bolak balik dari kampung

halamannya ke Padang.

“Kata ayah harga belut di Padang lebih tinggal ketimbang di kampung. Di Padang harga

belut bisa Rp60.000 per kilogramnya. Dari kondisi demikian, kami beradik kakak memang

tidak punya hp yang mendukung untuk sekolah jarak jauh,” sebut Aan.

Aan menceritakan tentang adiknya Pamil, pernah libur satu minggu untuk mengikuti

sekolah secara daring, karena tidak memiliki smartphone. Bicara sedih jelas,

sementara anak-anak lainnya pada sibuk belajar setiap pagi menggunakan smartphone.

Sementara adiknya, hanya bisa duduk dan berdiam diri di rumah.

Keadaan seperti itu, harus dilalui oleh Pamil. Bahkan Aan terus berupaya untuk

mengumpulkan uang membeli smartphone agar adiknya bisa belajar dan tidak libur lagi.

Akhirnya, setelah sekian lama kondisi itu dilalui Aan bersama adiknya, perjuangannya

ternyata diketahui oleh Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit. Hal ini seakan

memberikan secercah harapan bagi dua beradik kakak tersebut.

“Saya dapat kabar kalau pak Nasrul Abit mau datang ke rumah. Entah persoalan apa

awalnya saya tidak tahu. Dan ternyata pas pak Nasrul Abit datang, beliau bawakan

smartphone untuk saya dan adik saya,” ujarnya dengan nada haru yang kini tinggal

mengontrak rumah dekat dari kawasan Pasar Siteba Kecamatan Nanggalo Kota Padang.

Ketika pak Nasrul Abit datang, saya rasa tidak percaya karena beliau adalah seorang

pemimpin besar di Sumatera Barat ini yakni seorang Wakil Gubernur dan kini juga

tengah berjuang untuk maju menjadi orang nomor 1 di Sumatra Barat.

“Ada dua smartphone yang diberikan pak Nasrul Abit dengan merk Samsung. Bagi saya

smartphone ini sangat luar biasa dan dapat membantu saya dan adik saya sekolah,”

ujarnya.

Aan mengatakan selama ini dia tidak memimpikan memiliki smartphone yang begitu mewah,

tapi cukup dengan sebuah smartphone yang bisa digunakan untuk internetan.

“Kami sangat senang dan terharu karena ada pemimpin yang baik dan peduli dengan

rakyat kecil seperti kami yang tinggal di jalan gang-gang sempit seperti ini,” sebut

Aan.

Kedatangan pak Nasrul Abit yang sengaja datang ke tempat tinggalnya keluarga Asraf

dan Zulbaida ini, terlihat begitu sedih melihat situasi keluarga yang menggantungkan

hidup dari hasil tangkapan belut tersebut.

Dengan keadaan jalan yang begitu sempit, Nasrul Abit pun harus berjalan kaki menysuri

gang-gang sempit. Pakaian yang digunakan oleh Nasrul Abit ketika menemui keluarga

Asraf itu sangat bersahaja dan tidak terlihat seperti seorang membanggakan jabatan

yang tengah diembannya, yaitu seorang Wakil Gubernur Sumatera Barat.

Selama perjalanan melewati gang-gang rumah tersebut, warga disekitaran sana menyapa

pak Nasrul Abit, karena memang beliau sangat populer di kalangan masyarakat dari

berbagai kalangan.

Sesampai di rumah keluarga tersebut, pak Nasrul Abit disapa dan disambut sangat

sederhana oleh orangtua Aan. Rumah kontrakannya terlihat sempit, tanpa ada meja tamu

dan sebuah televisi, tapi hanya ada tikar berukuran kecil serta dihidangkan air

mineral gelas.

“Yang saya salutkan itu, semangat keluarga yang ingin anak-anaknya tetap bisa

bersekolah. Saya merasa hp yang saya berikan itu dapat digunakan sebaik mungkin,”

katanya.

Pak Nasrul Abit sangat senang, ketika keluarga yang ditemuinya itu turut mematuhi

protokol kesehatan seperti menggunakan masker setiap berhadapan dengan orang yang

bukan anggota keluarga.

Selama bercerita, Nasrul Abit yang diterima langsung oleh Aan dan ibunya Zulbaida

itu, terlihat wajah malu-malu mereka ketika didatangi oleh sosok seorang tokoh

Sumatera Barat.

“Saya kesini ingin membantu anak-anak yang membutuhkan smartphone. Bukan berarti

hanya satu anak di sini yang mengalami kondisi yang demikian. Tapi memang mungkin ada

anak-anak lainnya yang mengharapkan hal serupa,” ungkapnya.

Pak Nasrul Abit berharap kepada pelajar lainnya jangan sampai putus asa untuk

menempuh pendidikan dalam situasi Covid-19 seperti ini.

“Awalnya saya dapat informasi

dari komunitas sepeda yakni Jurnalis Sepeda Sehat. Saya kegiatan seperti ini bisa

ditiru oleh komunitas lainnya agar bisa saling membantu,” ujar Nasrul Abit.(*)