Lembah Harau

Penasaran dengan sebuah legenda lautan yang mengering. Fenomena tersebut ada di Lembah Harau, di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumbar. Tak sekadar legenda, temuan surveyor tim geologi Jerman yang meneliti jenis bebatuan di objek tersebut, tahun 1980 lalu membuktikannya. Tim tersebut mengemukakan bahwa batuan di perbukitan Lembah Harau adalah batuan breksi dan konglomerat yang biasanya ditemukan di dasar laut.

Perjalanan menuju Lembah Harau menjanjikan catatan perjalanan yang mengagumkan. Udara yang masih segar, kita akan ditemani keindahan alam sekitarnya. Tentunya, tebing-tebing granit laksana gedung bertingkat zaman batu mengelilingi lembah. Tak tanggung-tanggung, tebing tersebut berketinggian 80 hingga 300 meter.

Jadi tak usah ragu. Memasuki Lembah Harau, sajian keindahan yang memukau sepanjang jalan sangat mudah untuk kita temukan. Sangatlah tepat kiranya, sebagian pemanjat yang telah kembali dari sini menjulukinya sebagai Yosemite-nya Indonesia. Tempat ini sudah lama menarik perhatian orang. Monumen peninggalan Belanda yang terletak di kaki air terjun Sarasah Bunta menunjukkan bahwa Lembah Harau sudah dikunjungi orang sejak 1926.

Di sini, walaupun tidak setinggi air terjun Bridalveil di Yosemite, terdapat empat air terjun (sarasah). Dengan ketinggian bervariasi mulai dari 50 hingga 90 meter. Air terjun tersebut mengalir dari atas jurang yang membentang di sepanjang Lembah Harau. Keempat air terjun itu adalah air terjun Aka Barayun, Sarasa Bunta, Sarasa Murai, dan Sarasa Luluh.

Sementara, pagar tebing cadas yang curam dan lurus menantang pencinta olah raga panjat tebing. Berada dalam taman wisata Lembah Harau, layaknya berada dalam sebuah benteng. Anda akan merasakan bagaimana “dikepung” tebing kemerahan dengan ketinggian mencapai 300 meter. Lembah ini merupakan jurang besar berdiameter mencapai 400 meter.

Selain pemandangan alam, di Lembah Harau terdapat cagar alam yang dihuni binatang langka asli Sumatera. Di antara satwa tersebut adalah monyet ekor panjang, primata jenis Maccaca fascicularis. Namun, Anda tetap harus hati-hati. Namanya saja monyet, yang binal dan suka usil. Tak jarang mereka mengambil makanan atau barang-barang bawaan pengunjung atau mencakar ketika didekati.

Selain itu, pencinta botani juga dapat menemui tanaman hutan hujan tropis dataran tinggi yang dilindungi. Jika beruntung, menurut masyarakat sekitar, kita juga bisa bertemu dengan harimau Sumatra, beruang, tapir dan landak yang hampir punah. Cagar alam Lembah Harau luasnya 27,5 hektar. Tempat ini ditetapkan sebagai cagar alam sejak 10 Januari 1993.

Untuk mencapai Lembah Harau dapat dijangkau dengan menggunakan transportasi darat. Jika anada mendarat dari Bandara Internasional Minangkabau (BIM) atau dari kota Padang, menuju ke Payakumbuh, perjalanan ditempuh selama 3 jam dengan menggunakan angkutan pribadi, angkutan umum atau angkutan sewa. Jika pilihannya angkutan umum ongkosnya berkisar antara Rp20 ribu sampai Rp30 ribu per orang.

Dari Payakumbuh perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan angkutan umum yang melayani rute Payakumbuh-Harau. Namun, jika anda malas untuk perpindahan mobil, gunakan saja mobil pribadi atau sewaan. Tentunya biayanya lebih mahal, sekitar Rp400 ribu per hari. Atau, jika anda berada di Bukittinggi, jaraknya sekitar 47 kilometer saja, satu setengan jam perjalanan, anda akan sampai di sini.

Untuk masuk, dipungut retribusi untuk anak-anak Rp3 ribu per orang dan untuk dewasa Rp5ribu per orang. Bagi yang datang dari luar kota dan berniat bermalam, disini juga disediakan pondok kecil atau dan di dasar lembah untuk tempat menginap. Sewanya semalam bervariasi, mulai dari Rp50 ribu sampaiRp 2 juta per malam per kamar. Ingin lebih dekat dengan alam, disini juga diperbolehkan untuk berkemah.

Anda yang berminat untuk mencoba tantangan panjat tebing, ada kok pemandu yang akan membimbing untuk melakukan olah raga ini. Menyaksikan hamparan sawah mungkin sudah biasa. Namun, sesampai di puncak tebing, pemandangan hamparan sawah diapit oleh tebing-tebing tegak lurus menjulang, akan membuat anda berdecak kagum.

Memang, setiap orang yang datang pun berujar, tempat itu sangat indah, namun pengelolaannya belum baik. Banyak pekerjaan pemerintah daerah dan warga untuk membenahinya.(*)