Legenda Talempong Batu

Jika selama ini kita hanya mengenal talempong sebagai alat musik tradisional Minangkabau, kali ini tidak lagi. Jika biasanya talempong terbuat dari kuningan, dan bentuknya mirip dengan alat musik gamelan yang ada di Jawa, talempong ini terbuat dari batu. Bunyi yang dihasilkan persis sama dengan alat musik talempong, sehingga dinamakan Batu Talempong Talang Anau.

Talempong yang satu ini, disusun sesuai dengan tangga nada yang ditentukan oleh masing-masing lempengan batu, sehingga bisa dimainkan mengikuti irama lagu tradisional Minangkabau. Alunan nada yang dikeluarkan, akan membuat perantau merasa rindu kampung halamannya. Anda tertarik mengunjunginya?

Objek wisata talempong batu ini terletak 38 Km arah utara Kota Payakumbuh, atau 47 Km dari kantor bupati Limapuluh Kota. Menurut masyarakat sekitar, batu yang berjumlah enam buah tersebut, ada sejak zaman dahulu. Namun tidak ada catatan yang menunjukkan, bahwa batu ini benar-benar di rancang untuk dijadikan talempong.

Benar atau tidak, konon kabarnya, bila seseorang yang memukul talempong batu tidak percaya dengan kekuatan magic pada batu itu, serta melecehkan tata cara yang diisyaratkan, maka si pemukul tersebut akan terkena kutukan berupa penyakit. Yang tidak bisa disembunyikan dan juga bisa merenggut nyawa.

Penuh Mistik dan Legenda

Menurut legenda, Batu Talempong ini awalnya berserakan di bukit Padang Aro, dan dipindahkan ketempatnya sekarang, oleh seorang pemuda yang bernama Syamsuddin. Setelah sebelumnya pemuda ini bermimpi didatangi orangtuanya berturut-turut 3 kali, agar mengumpulkan batu-batu tersebut ke dekat tumbuhnya serumpun bambu, yang dinamai Talang dan pohon enau (Anau).

Anehnya Syamsudin memindahkan batu-batu berukuran besar itu hanya dengan jalinan lidi kelapa hijau. Batu-batu itu digiring seperti layaknya orang menggiring ternak ke kandang, sekitar 1 km. Setelah mengumpulkan batu-batu itu, Syamsudin mulai bertingkah aneh, terkadang hilang tak tentu rimbanya, dan muncul tiba-tiba entah dari mana.

Karena sering menghilang, penduduk memberinya gelar Syamsudin Tuanku Nan Hilang. Setelah menghilang, tiba-tiba beliau muncul dan meninggalkan pesan agar penduduk menjaga batu-batu tesebut dengan baik, dan apabila ingin membunyikan ataupun memukul batu tersebut, mintalah izin terlebih dahulu dengan membakar kemenyan putih.

Pada kenyataannya memang terjadi, jika tidak diasapi dengan kemenyan putih, batu tersebut tidak akan mengeluarkan bunyi yang nyaring, tetapi hanya berbunyi layaknya sebuah batu biasa yang dipukul. Keanehan lainnya adalah apabila daerah ini akan ditimpa bencana, musibah ataupun wabah, maka batu itu akan mengeluarkan bunyi menderum, menggelegar serta mengeluarkan suara-suara aneh lainnya.(*)